Profile
Gambaran umum mengenai seorang penyanyi pria yang bermain piano selalu dikaitkan dengan musik yang terkesan manis dan romantis. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya terterapkan kepada Luky Annash. Luky memutarbalikkan peran sang pianis yang bermain piano dengan sang piano lah yang memainkan sang pianis melalui lagu-lagunya yang liar, personal dan penuh dengan emosi.
Luky Annash adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Kedua kakaknya, Eka dan Rully Annash telah terlebih dahulu dikenal melalui sebuah grup musik beraliran rock bernama The Brandals. Luky mulai bermain piano semenjak umur 12 tahun. Dia dilatih untuk menjadi seorang pianis konser klasik namun memutuskan untuk keluar dari sebuah institusi musik klasik karena ketertarikannya yang lebih kepada Nirvana ketimbang Mozart. Kecintaannya terhadap musik kontemporer dirasa memberinya lebih banyak keleluasaan dalam mengeksplorasi bakat dan keinginannya.
Pada tahun 2004 hingga 2005 Luky bermukim di Singapura untuk melanjutkan studinya. Eksistensi yang begitu asing menghantarkan dia kembali kepada passion untuk musik yang dia tinggalkan di Jakarta. Disana Luky mulai menulis lagu dan memupuk pengalaman bernyanyi dan bermain pianonya di beberapa bar kecil untuk juga menambah uang saku. Hingga pada tengah tahun 2005, dia kembali ke Jakarta dan mulai bermain sebagai additional keyboardist untuk The Brandals dan seorang biduanita eksentrik bernama Tika.
Pengaruh musikalitasnya berasal dari berbagai macam jenis musik: mulai dari sesama penyanyi/pianis seperti Tori Amos, Kate Bush, Harry Nilsson dan Billy Joel, lalu musisi-musisi elektronik seperti Bjork, Baxter dan Apparat, hingga jenis yang lebih cadas seperti PJ Harvey, Slayer dan Motorhead, ataupun para komposer musik untuk film seperti Phillip Glass, Patrick Doyle, dan Danny Elfman. Musik dan performa panggung Luky Annash dapat mengejutkan, melankolis, humoris dan juga provokatif. Emosi yang dialirkan melalui musiknya begitu kuat hingga diakui oleh sebuah majalah franchise dari London, Time Out Jakarta, "something that the audience can almost touch". Fleksibilitas musik Luky Annash terbukti dalam album 180°, dimana lagu-lagu yang terkumpul dapat menjadi kontras antara satu sama lainnya, namun tetap mengedepankan peranan piano sebagai instrumen utamanya.
Luky Annash adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Kedua kakaknya, Eka dan Rully Annash telah terlebih dahulu dikenal melalui sebuah grup musik beraliran rock bernama The Brandals. Luky mulai bermain piano semenjak umur 12 tahun. Dia dilatih untuk menjadi seorang pianis konser klasik namun memutuskan untuk keluar dari sebuah institusi musik klasik karena ketertarikannya yang lebih kepada Nirvana ketimbang Mozart. Kecintaannya terhadap musik kontemporer dirasa memberinya lebih banyak keleluasaan dalam mengeksplorasi bakat dan keinginannya.
Pada tahun 2004 hingga 2005 Luky bermukim di Singapura untuk melanjutkan studinya. Eksistensi yang begitu asing menghantarkan dia kembali kepada passion untuk musik yang dia tinggalkan di Jakarta. Disana Luky mulai menulis lagu dan memupuk pengalaman bernyanyi dan bermain pianonya di beberapa bar kecil untuk juga menambah uang saku. Hingga pada tengah tahun 2005, dia kembali ke Jakarta dan mulai bermain sebagai additional keyboardist untuk The Brandals dan seorang biduanita eksentrik bernama Tika.
Pengaruh musikalitasnya berasal dari berbagai macam jenis musik: mulai dari sesama penyanyi/pianis seperti Tori Amos, Kate Bush, Harry Nilsson dan Billy Joel, lalu musisi-musisi elektronik seperti Bjork, Baxter dan Apparat, hingga jenis yang lebih cadas seperti PJ Harvey, Slayer dan Motorhead, ataupun para komposer musik untuk film seperti Phillip Glass, Patrick Doyle, dan Danny Elfman. Musik dan performa panggung Luky Annash dapat mengejutkan, melankolis, humoris dan juga provokatif. Emosi yang dialirkan melalui musiknya begitu kuat hingga diakui oleh sebuah majalah franchise dari London, Time Out Jakarta, "something that the audience can almost touch". Fleksibilitas musik Luky Annash terbukti dalam album 180°, dimana lagu-lagu yang terkumpul dapat menjadi kontras antara satu sama lainnya, namun tetap mengedepankan peranan piano sebagai instrumen utamanya.